SWASTA LAKSANAKAN DISTRIBUSI BBM BERSUBSIDI PERLU DIKAJI ULANG
Kebijakan Pemerinah memberikan izin perusahaan swasta dalam ikut melaksanakan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi perlu dikaji ulang, karena bertenangan dengan Undang-Undang tentang Keuangan Negara.
“Ini yang menjadi pemikiran Komisi VII, apakah hal tersebut telah dijalur yang benar. walaupun ada aturan yang mengaturnya dengan Peraturan Pemerintah 35 tahun 2004, namun tidak sejalan dengan UUtentang Keuangan Negara, Kata Sutan Sukarnotomo, saat memimpin Tim Kunjungan Spesifik di Provinsi Sumatera Utara, terkait distribusi BBM.
Dia menjelaskan UU lebih tinggi kedudukannya dari PP, maka UU dapat membatalkan peraturan yang ada di bawahnya. “Ini yang akan seera kita tinjau ulang,”tegasnya.
Setelah meninjau SPBN PT.AKR dan SPBU Petronas, Sutan menyayangkan perusahaan swasta memperoleh izin dalam melaksanakan pendistribusian BBM bersubsidi. Dia menganggap hal itu akan menjadi wajar jika pertamina tidak sanggup melakukan pendistribusian disuatu tempat tertentu. “kalau misinya ditempat-tempat pertamina gak sanggup, mereka ditaro, itu ok gak apa-apa,” imbuhnya
Itu melanggar UU keuangan Negara bahwa swasta tidak bisa dan tidak boleh mengelola keuangan Negara yang dalam hal ini APBN. Walaupun ada PP No. 35 tahun 2004 yang mengizinkan swasta melakukan pendistribusian BBM bersubsidi.menurutnya PP ini bertentangan dengan UU keuangan Negara, Kebijakan Pemerintah ini akan ditinjau oleh DPR.
Selain itu, dia juga mengkhawatirkan PT.AKR yang merupakan perusahaan swasta yang turut mendistribusikan BBM bersubsidi kepada nelayan, juga bergerak dibidang industri. “kita khawatir sebagian saja yang dijual ke publik, sebagian untuk kepentingan dia. Padahal jika untuk kepentingan industry harganya berbeda,” jelasnya
Dengan petronas dikhawatirkan selain menjual BBM non PSO tetapi diberikan izin untuk menjual BBM PSO. “dikhawatirkan sebagian dijual sebagaimana mestinya, dan sebagian diblanding menjadi BBM non PSO, akhirnya dia dapat bahan bakar murah, itu yang saya khawatirkan oleh karena itu saya tidak setuju,” terangnya.
Hal itu dilakukan karena kita tidak dapat mengabaikan adanya penyalahgunaan atau lain sebagainya, bang kali ada-barang kali tidak. Jadi kita harus menggunakan prinsip kehati-hatian.
Tidak Monopoli
Pandangan berbeda, Anggota Komisi VII Muhammad Syafrudin yang juga Tim Kunjungan Spesifik itu, setelah melakukan kunjungan berbagai tempat pendistribusian BBM di SPBU PT. Pertamina, PT.Petronas, maupun, SPBN PT.AKR.
Ada harapan yang berbeda, baik PT.Petronas maupun PT.AKR. Dia mencatat yang akan disampaikan kepada Pemerintah supaya ada keseimbangan antara PT.Pertamina, PT.AKR, maupun PT.Petronas, dan lain-lain yang telah dilegalkan oleh Pemerintah dalam rangka mendistribusikan kepada masyarakat. Walaupun presentasenya lebih banyak pertamina.
Dia akan mengakomodasikannnya dengan harapan perkembangan ekonomi lebih meningkat, pemilik juga dapat keuntungan, masyarakat juga dapat menikmati kelancaran pendistribusian BBM.
Hal positif yang didapat tidak adanya monopoli dari satu perusahaan sehingga semuanya dapat memberikan pelayanan kepada publik .
Terkait dengan wancana adanya pembatasan atau pengaturan penggunaan BBM agar tidak terjadi overload penggunaan BBM bersubsidi, dia mengutip pernyataan Pemerintah yang mengatakan tidak dilakukan pembatasan tetapi yang paling penting adalah pengawasan. “Pengawasan yang sangat ketat antara Pemerintah Daerah, Pemilik SPBU, BPH Migas, Pihak Keamanan, yang mempunyai tanggung jawab masing-masing, agar kuota BBM bersubsidi tidak overload. Kalau terjadi overload akan terjadi permintaan yang akan terus berubah,” paparnya.
Dia mengingatkan agar BBM bersubsidi tepat sasaran. “Sebuah himbauan yang harus ditaati bersama,” tegas Rudi (as)